Saat
duduk di bangku SMA ia memiliki kehidupan normal dan semua berjalan
dengan lancar. Lulus sekolah tepat waktu, nilai yang memuaskan, dan
memiliki peluang untuk lanjut kuliah dan langsung
mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang bagus. Tapi di suatu pagi, Maggie Doyne terbangun dengan perasaan hampa. Ia merasa tidak tahu apa tujuan hidupnya.
Seperti yang dilansir oleh teenvogue dot com, Maggie merasa tertekan dengan gagasan untuk melanjutkan kuliah. "Di detik-detik terakhir, aku memutuskan untuk tidak kuliah. Hal itu sangat mengejutkan untuk semua orang," ungkapnya. Meskipun ia tidak lanjut kuliah, ia mengikuti sebuah program satu tahun yang mengkombinasikan kelas bertahan hidup di ruang terbuka dan belajar memberikan pelayanan atau bantuan. Ia pun langsung memulai perjalanannya ke Asia Selatan.
Di semester kedua program tersebut, Maggie berada di India. Perjalanan dan petualangan yang didapatkannya sangat luar biasa. Ia pernah menghabiskan waktu beberapa hari untuk berjalan, tracking, dan mendaki gunung. Hingga ia berada pada suatu tempat di mana anak-anak dan para wanitanya hidup dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Di titik itu, ia memutuskan untuk tinggal lebih lama di Kopila Valley. Juga meyakinkan orang tuanya untuk menransfer uang sebesar 5.000 dolar yang sudah ia tabung dari gaji mengasuh dan menjaga bayi. Uang itu lalu ia gunakan untuk membeli sebidang tanah dan membangun sebuah rumah untuk anak-anak. Kini, ada 42 anak yang memanggilnya "ibu".
Apa sih yang sebenarnya menginspirasi Maggie untuk mau repot-repot membangun rumah untuk anak-anak di tempat pedalaman dan sangat jauh ini? "Aku ingin memberi anak-anak ini sebuah masa kecil yang hampir sama dengan pernah kumiliki dulu, dengan keluarga dan cinta," jelasnya. Maggie sangat sedih dengan kondisi yang ia lihat saat itu. Anak-anak di bawah umur yang sudah dipekerjakan, mengemis di jalanan, dan menjadi pemecah batu di pinggir jalan. Jadi ia merasa bahwa anak-anak perlu mendapatkan pendidikan yang layak agar kehidupannya nanti bisa jauh lebih baik.
Tidak hanya membangun sekolah untuk anak-anak, Maggie juga membuat sebuah tempat khusus untuk wanita. "Di Nepal, banyak sekali hal tabu tentang menstruasi," ungkapnya. Di Nepal, perempuan yang sedang menstruasi tidak boleh tinggal di rumah apalagi tidur di rumah. Hal ini tentu saja sangat memicu pelecehan seksual atau kekerasan seksual pada wanita. Selain itu, perempuan yang sudah menstruasi bahkan banyak yang tidak sekolah, yaitu sekitar 75 persen. Masalah sanitasi juga menjadi perhatian utamanya, apalagi para perempuan tidak punya akses yang memadai untuk mendapatkan pembalut. Bagi Maggie, perjuangannya masih jauh dari sempurna.
"Jika kalian dulu memberitahuku bahwa saat aku berusia 16 tahun aku akan tinggal di Nepal dan menjadi ibu untuk 42 anak, aku akan berpendapat bahwa kalian adalah pembohong terbesar yang ada di dunia ini," jelasnya saat ia menyadari bahwa ternyata yang dikerjakannya sekarang adalah hal yang paling dicintainya. "Aku bangun setiap pagi mencintai pekerjaanku dan merasa bahwa aku memiliki pekerjaan paling sempurna di dunia ini. Rasanya seperti, apakah ini benar-benar nyata?
mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang bagus. Tapi di suatu pagi, Maggie Doyne terbangun dengan perasaan hampa. Ia merasa tidak tahu apa tujuan hidupnya.
Seperti yang dilansir oleh teenvogue dot com, Maggie merasa tertekan dengan gagasan untuk melanjutkan kuliah. "Di detik-detik terakhir, aku memutuskan untuk tidak kuliah. Hal itu sangat mengejutkan untuk semua orang," ungkapnya. Meskipun ia tidak lanjut kuliah, ia mengikuti sebuah program satu tahun yang mengkombinasikan kelas bertahan hidup di ruang terbuka dan belajar memberikan pelayanan atau bantuan. Ia pun langsung memulai perjalanannya ke Asia Selatan.
Di semester kedua program tersebut, Maggie berada di India. Perjalanan dan petualangan yang didapatkannya sangat luar biasa. Ia pernah menghabiskan waktu beberapa hari untuk berjalan, tracking, dan mendaki gunung. Hingga ia berada pada suatu tempat di mana anak-anak dan para wanitanya hidup dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Di titik itu, ia memutuskan untuk tinggal lebih lama di Kopila Valley. Juga meyakinkan orang tuanya untuk menransfer uang sebesar 5.000 dolar yang sudah ia tabung dari gaji mengasuh dan menjaga bayi. Uang itu lalu ia gunakan untuk membeli sebidang tanah dan membangun sebuah rumah untuk anak-anak. Kini, ada 42 anak yang memanggilnya "ibu".
Apa sih yang sebenarnya menginspirasi Maggie untuk mau repot-repot membangun rumah untuk anak-anak di tempat pedalaman dan sangat jauh ini? "Aku ingin memberi anak-anak ini sebuah masa kecil yang hampir sama dengan pernah kumiliki dulu, dengan keluarga dan cinta," jelasnya. Maggie sangat sedih dengan kondisi yang ia lihat saat itu. Anak-anak di bawah umur yang sudah dipekerjakan, mengemis di jalanan, dan menjadi pemecah batu di pinggir jalan. Jadi ia merasa bahwa anak-anak perlu mendapatkan pendidikan yang layak agar kehidupannya nanti bisa jauh lebih baik.
Tidak hanya membangun sekolah untuk anak-anak, Maggie juga membuat sebuah tempat khusus untuk wanita. "Di Nepal, banyak sekali hal tabu tentang menstruasi," ungkapnya. Di Nepal, perempuan yang sedang menstruasi tidak boleh tinggal di rumah apalagi tidur di rumah. Hal ini tentu saja sangat memicu pelecehan seksual atau kekerasan seksual pada wanita. Selain itu, perempuan yang sudah menstruasi bahkan banyak yang tidak sekolah, yaitu sekitar 75 persen. Masalah sanitasi juga menjadi perhatian utamanya, apalagi para perempuan tidak punya akses yang memadai untuk mendapatkan pembalut. Bagi Maggie, perjuangannya masih jauh dari sempurna.
"Jika kalian dulu memberitahuku bahwa saat aku berusia 16 tahun aku akan tinggal di Nepal dan menjadi ibu untuk 42 anak, aku akan berpendapat bahwa kalian adalah pembohong terbesar yang ada di dunia ini," jelasnya saat ia menyadari bahwa ternyata yang dikerjakannya sekarang adalah hal yang paling dicintainya. "Aku bangun setiap pagi mencintai pekerjaanku dan merasa bahwa aku memiliki pekerjaan paling sempurna di dunia ini. Rasanya seperti, apakah ini benar-benar nyata?
Lalu bagaimana dengan kita, pekakah kita pada anak-anak disekitar kita ?? Bukannkah mereka juga tanggung jawab kita semua ??
Sumber : vemale dot com
Semoga menginspirasi....
0 komentar:
Posting Komentar