Senin, 22 Juni 2015

Masjid Segenggam Beras, Aceh - Rahasia Sejarah Kemegahan Masjid Dan Simbol Ukhuwah Islam



Sahabat KIM...

Masjid yang dibangun dari 'SEGENGGEM BERAS'...

Aceh, Kota dengan julukan Serambi Mekkah ini, setelah dilanda bencana tsunami beberapa tahun lalu itu memiliki berbagai sejarah Islam yang dapat menjadi inspirasi dan motivasi banyak muslim dunia. Tak hanya bangunannya yang kokoh, arsitekturnya yang indah, tapi sejarah pembangunannyapun sangat menarik untuk disimak dan dijadikan pembelajaran. Diantara masjid2 megah itu ada salah satu masjid yang dananya dibangun hanya dari segenggam beras...

Jika di Jakarta ada masjid Istiqlal, di Depok ada masjid kubah emas, di Malang ada masjid Tiban Turen, Selain masjid Baiturrahman yang terkenal di Banda Aceh, masjid kebanggaan rakyat Aceh, Ada satu Masjid Indah megah bercat putih arsitektur kuno dengan dua menara yang berdiri tegak di pinggir jalan Medan Banda Aceh, Beureuneuh, Gampong Jambar Barat kecamatan Mutiara Pidie. Masjid Baitul A'la Lilmujahidin yang lebih dikenal masjid Abu Beureueh. Nama Abu Beureueh disematkan pada masjid ini karena beliaulah Tengku Muhammad Daud Beureueh yang memprakarsai pambangunannya sejak tahun 1952 - 1952.

tampak dari depan
tampak dari belakang

tampak samping
Jika dilihat sekilas, masjid dengan luas sekitar 1.350 meter persegi ini hampir sama dengan masjid2 pada umumnya di Aceh. Namun masjid ini memiliki nilai sejarah yang tinggi bagi masyarakat Aceh khususnya warga Pidie. Di pekarangan masjid inilah Abu Beureueh dimakamkan, tepat disisi kiblat masjid, sederhana, di nisannya hanya ditanam pohon jarak dan batu nisan biasa.



Di batu nisannya bertuliskan 'Tgk Syi' Di Beureu'eh ( Tengku Muhammad Dawud Beureueh ) Lahir : Ahad 17 Jumadil awal /  23 September 1317, wafat Rabu 14 Zulqoidah 1402 / 10 Juni 1987.


Abu Beureueh adalah seorang tokoh kharismatik Aceh telah memimpin pembangunan masjid ini yang dikerjakan secara suka rela dan gotong royong secara massal. Sedangkan sumberdananya bukan berasal dari para donatur besar atu dari dana pemerintah, tapi masjid ini murni dari masyarakat secara suka rela.

Pada masa itu Abu Beureuh meminta kepada seluruh penduduk di pidie untuk menyumbang pembangunan masjid ini dengan cara menyisihkan beras dirumahnya masing-masing, setiap hari sebelum memasak agar menyisihkan senggam beras lalu ditempatkan didalam wadah khuhus. Kemudian dari segenggam beras itulah akan dikumpulkan oleh petugas panitia pembangunan masjid tersebut setiap minggu. Dan sistem sumbangan segegenggam beras ini lebih dikenal dengan Breueh Sigenggam ( beras segenggam ). 

Namun, pembangunan masjid ini tak berjalan mulus, sempat terhenti selama sepuluh tahun lebih. Saat itu hanyalah ada pondasi bangunan saja. Itu dikarenakan Abu Beureueh sedang memimpin pasukan untuk berjuang di medan perang yang terkenal dengan sebutan pemberontakan DI/TII pada tahun 1953.Beliau naik ke gunung berperang gerilya bersama ribuan pasukan pengikutnya. Dilanjutkan pembangunannya di tahun 1963.

Menurut sumer dari salah satu warga disana, pembangunan masjid ini seratus persen menggunakan tenaga manusia, tak ada perangkat teknologi apapun saat itu. Penggalian dua menara yang menjulang tinggi dengan kedalaman pondasi 6 meter itupun dikerjakan oleh tenaga manusia.

Yang menarik lagi, semua tenaga kerjanya adalah sukarela dan gotong royong dengan sistem minggu ini desa A bekerja selama 1 minggu, berikutnya desa B selama 1 minggu, begitu seterusnya bergiliran di setiap desa.

Semasa hidupnya, mantan Gubernur Aceh ini dikenal sangat kritis. Pada masanya, masjid ini banyak dikunjungi orang dari berbagai kalangan dan berbagai wilayah untuk shalat Jum'at. Sepeninggal beliau, kharisma perjuangannya tak habis ditelan masa. Masih banyak masyarakat yang berziarah dan shalat di masjid itu. Dan pada 10 Agustus 2004, masjid ini ditetapkan sebagai cagar budaya yang harus dilestarikan berdasakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 tentang benda-benda cagar budayamelalui Keputusan Menteri Nomor KM. 51/OT.007/2004.

gerbang masjid

didalam masjid

interior kubah
 salah satu lampu hias didalam masjid
mimbar

Saat bulan Ramadhan, masjid itu penuh jamaah, bahkan kini didepan masjid dibangunkan dua tenda untuk menampung jamaah untuk shalat tarawih dan mengaji. Didalam masjid tidak diperkenankan untuk tidur dan hanya boleh untuk beribadah. Bagi yang ingin beristirahat ada duda balai didepan masjid.

0 komentar:

Posting Komentar