Foto bocah Suriah yang sedang angkat tangan, pose menyerah, menyebar di dunia maya. Sepasang mata anak berpipi tembam itu memancarkan ketakutan luar biasa. Bibirnya mungilnya terkatup, seakan menahan tangis.
Raut muka si bocah membuat orang trenyuh, sekaligus bertanya-tanya, mengapa ia mengangkat tangan kecilnya? Apakah ada senjata yang ditodongkan ke arahnya?
Foto tersebut menyebar bak virus lewat sosial media. Adalah jurnalis foto dari Gaza, Palestina, Nadia Abu Shaban yang kali pertama menggunggahnya di laman Twitter, Selasa 24 Maret lalu.
Sejak diunggah ke dunia maya, foto itu telah di-retweet 11.000 kali. Kemudian, ketika diunggah di jejaring sosial Reddit, foto itu menerima 1.600 komentar dan 5.000 vote.
"Aku menangis," demikian komentar yang diberikan pengguna internet. Ada yang menganggap, ekspresi balita itu mewakili kesedihan yang mendalam. "Kemanusiaan telah gagal," ujar lainnya.
Sebaliknya, sejumlah pengguna internet mempertanyakan keaslian foto itu. Ada yang menuding sekadar hoax atau sengaja dibikin. Sebab, tak ada nama fotografer pada foto tersebut.
Untuk mengetahui kisah di balik foto menyedihkan itu, BBC meminta konfirmasi kepada Nadia Abu Shaban. Namun, sang jurnalis mengaku, bukan ia yang menjepret momen itu. Dia juga tidak bisa menjelaskan identitas fotografernya.
Titik terang muncul ketika seorang pengguna Imgur --situs khusus untuk berbagi foto-- mengaitkan foto tersebut pada sebuah surat kabar di Turki. Nama fotografer dalam kliping foto itu ialah Osman Sagirli.
BBC kemudian melacak keberadaan Sagirli. Pria itu kini bekerja di Tanzania dan foto tersebut dia abadikan saat meliput konflik Suriah untuk surat kabar Turkiye, Desember 2014 lalu.
Titik terang muncul ketika seorang pengguna Imgur --situs khusus untuk berbagi foto-- mengaitkan foto tersebut pada sebuah surat kabar di Turki. Nama fotografer dalam kliping foto itu ialah Osman Sagirli.
BBC kemudian melacak keberadaan Sagirli. Pria itu kini bekerja di Tanzania dan foto tersebut dia abadikan saat meliput konflik Suriah untuk surat kabar Turkiye, Desember 2014 lalu.
Menurutnya, objek dalam foto tersebut adalah bocah perempuan bernama Adi Hudea. Bocah berusia 4 tahun itu ialah anak keluarga pengungsi di kamp pengungsian Atmeh di Suriah, 10 kilometer dari perbatasan Turki.
Ayahnya dilaporkan tewas dalam tragedi pembantai massal di Hama. Anak itu tinggal di kamp bersama ibu yang mengalami trauma berat dan dua saudara kandungnya. Jaraknya sekitar setelah perjalanan sejauh 150 kilometer antara rumah mereka di Kota Hama.
"Saat itu saya menggunakan lensa tele, dan dia mengiranya itu senjata. Saya sontak menyadari, dia ketakutan ketika saya mengambil fotonya. Bocah itu menggigit bibirnya dan mengangkat kedua tangannya," ujar Sagirli.
Menurut fotografer tersebut, mengangkat tangan bukan reaksi wajar saat difoto. "Umumnya anak-anak lari dan menyembunyikan wajah mereka atau tersenyum saat melihat kamera," ujar Sagirli.
Liputan langsung di kamp pengungsi membuka mata Sagirli tentang situasi konflik sebenarnya. "Di kamp itu orang-orang tercerai berai dari kampung halaman mereka. Wajah anak-anak yang lebih kuat memancarkan penderitaan itu. Sebab, para bocah mengekspresikan perasaan mereka dengan lugu."
Foto bocah Hudea pertama kali muncul di surat kabar Turkiye -- di mana Sagirli bekerja selama 25 tahun -- pada Januari 2015 lalu. Potret itu lantas tersebar di kalangan pengguna media sosial Turki saat itu. Namun, butuh beberapa bulan hingga wajahnya yang memancarkan trauma diketahui dunia.
Wajahnya mewakili gambaran Suriah: kesedihan, penderitaan, trauma, rasa takut, kekhawatiran, kedamaian yang tercabut, masa depan yang bahkan tak sanggup dibayangkan.
Kicauan foto Shaban telah diretweet sebanyak 14 ribu kali dan memunculkan respons emosional dari pengguna media sosial.
Salah seorang netizen, Ana Belen Martinez mengaku prihatin ketika melihat foto Hudea. Menurutnya, warga internasional telah gagal menciptakan sebuah lingkungan yang lebih baik bagi generasi muda di masa mendatang.
"Seharusnya kita malu," tulis Martinez.
Kicauan foto Shaban telah diretweet sebanyak 14 ribu kali dan memunculkan respons emosional dari pengguna media sosial.
Salah seorang netizen, Ana Belen Martinez mengaku prihatin ketika melihat foto Hudea. Menurutnya, warga internasional telah gagal menciptakan sebuah lingkungan yang lebih baik bagi generasi muda di masa mendatang.
"Seharusnya kita malu," tulis Martinez.
Perang sipil di Suriah kini telah berlangsung selama lima tahun dan telah menelan korban jiwa lebih dari 220 ribu orang. Termasuk 10 ribu anak-anak. Jutaan orang terpaksa mengungsi karena takut terkena dampak konflik.
Lebih dari 12 juta, termasuk di dalamnya 5 juta anak-anak, kini sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Foto Hudea menyebar luas usai Pemerintah Suriah mengumumkan rencana untuk mengimpor 150 ribu gandum bagi warga mereka yang mulai kelaparan. Padahal, beberapa pekan sebelumnya, mereka mengatakan tidak perlu melakukan hal itu.
Lebih dari 12 juta, termasuk di dalamnya 5 juta anak-anak, kini sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Foto Hudea menyebar luas usai Pemerintah Suriah mengumumkan rencana untuk mengimpor 150 ribu gandum bagi warga mereka yang mulai kelaparan. Padahal, beberapa pekan sebelumnya, mereka mengatakan tidak perlu melakukan hal itu.
Semoga menjadi inspirasi dan renungan bagi kita semua..
0 komentar:
Posting Komentar